Secara
lengkap definisi kepemimpinan pemerintahan adalah sebuah proses dan kemampuan
berdasarkan kewenangan yang dimiliki seseorang untuk menggerakkan orang lain
atau kelompok untuk mencapai sasaran dan tujuan pemerintahan yang telah
ditetapkan sebelumnya. Intisari kepemimpinan pemerintahan yaitu sebagai berikut
:
1) Kepemimpinan adalah
kewenangan;
2) Kepemimpinan adalah sebuah proses
kreatif dan direktif;
3) Kepemimpinan adalah pengaruh
terhadap dua orang atau lebih dalam suatu organisasi dan/atau masyarakat luas;
4) Kewenangan, proses dan
pengaruh tersebut ditujukan agar orang atau kelompok yang dipengaruhi dapat
bekerja untuk mencapai tujuan organisasi pemerintah secara lebih efektif.
(hal.55)
Dalam
dunia pemerintahan, segala sesuatu yang dikerjakan haruslah berlandaskan pada
kewenangan. Keabsahan kewenangan tersebut didasarkan pada peraturan
perundang-undangan, mulai dari yang tertinggi berupa konstitusi sampai yang
paling bawah berupa keputusan pejabat administratif tingkat bawah berdasarkan mandate
dari peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi tingkatannya dan/atau
delegasi kewenangan dari pejabat yang memiliki kewenangan. (hal.55)
Dalam
hal tertentu pemimpin pemerintahan dapat membuat diskresi apabila dibutuhkan
untuk mencegah terjadinya kekosongan pemerintahan. Diskresi yang dibuat
sebaiknya didokumunikasikan secara tertulis agar dapat dipertanggungjawabkan.
Apabila dalam keadaan mendesak, diskresi dilakukan secara lisan, dalam waktu
yang sesingkat mungkin perlu diikuti dengan diskresi tertulis. (hal.55)
Kepemimpinan
pemerintahan adalah sebuah proses kreatif dan direktif, karena tugas utama
seorang pemimpin adalah mengambil keputusan dan melakukan inovasi-inovasi.
Pimpinan organisasi pemerintah tanpa inovasi hanyalah seorang manajer, bukan
seorang pemimpin. (hal.55)
Kepemimpinan Pemerintahan Dua
Kaki
Selain
memiliki ciri-ciri umum seperti organisasi lainnya, organisasi pemerintah
memiliki ciri-ciri khusus antara lain dominannya pertimbangan politik serta
hubungan hierarkhis yang sangat kental. Pada organisasi pemerintah, pimpinannya
tidak hanya menjalankan satu jenis kepeinimpinan, melainkan dua jenis
kepemimpinan, seperti yang telah dijelaskan secara singkat pada bagian
pendahuluan. Kedua jenis kepemimpinan yaitu :
- Kepemimpinan Organisasional;
- Kepemimpinan Sosial. (hal 56)
a. Kepemimpinan
organisasional
Kepemimpinan
organisasional muncul karena pimpinan suatu entitas pemerintahan memimpin suatu
organisasi, baik berupa kementerian, lembaga, badan, dinas dan lain sebagainya.
Pengikutnya merupakan bawahan yang patuh karena adanya ikatan norma-norma organisasi
formal seperti budaya organisasi, etika organisasi, aturan kedisiplinan dan
lain sebagainya. Dalam menjalankan kepemimpinannya, pimpinan organisasi
pemerintah sebagai organisasi formal mengggunakan berbagai fasilitas manajerial
seperti kewenangan, anggaran, personil dan logistik. (hal 56)
Teori
yang digunakan untuk menganalisis gejala dan penstiwa kepemimpinan
organisasional berasal dari ilmu manajemen dan administrasi public, dipadukan
dengan teori tentang kekuasaan dan kewenangan yang berasal dari ilmu politik. (hal
56)
b. Kepemimpinan
Sosial
Kepemimpinan
sosial timbul karena seseorang pimpinan organisasi pemerintah tidak hanya
memimpin organisasi formal tetapi juga sekaligus memimpin masyarakat luas yang
tidak dalam kedudukan sebagai bawahan. Pengikut berposisi sebagai pendukung yang
terikat pada kharisma seseorang pada kepemimpinan sosial, kapasitas dan
kualitas pribadi si pemimpin yang mampu menggerakkan pengikutnya. Naik atau
turunnya dukungan dari para pendukungnya akan bergerak sangat cepat, tergantung
pada konsistensi perilaku pemimpin bersangkutan. Contoh kasus Presiden Soeharto
yang tadinya sangat berkuasa kemudian mengalami penyusutan kharisma yang sangat
cepat sampai kemudian didemontrasi dan dihujat. Hal yang sarna juga terjadi
pada Gubemur Banten Atut Chosiyah, yang pada awalnya sangat berwibawa karena memperoleh
limpahan kharisma dari bapaknya sebagai jawara, ulama, dan pengusaha. Keruntuhan
kharisma pemimpin pemerintahan lebih nampak pada dimensi sosial politiknya
dibanding dimensi administratifnya. (hal 56-57)
Meskipun
sudah diberitakan sangat rarnai di media Massa,
tetapi para pegawai di lingkungan Pemerintah Provinsi Banten masih patuh
pada perintah Gubemur Atut, karena secara formal dan sah ia masih menjabat
Gubernur Banten, sampai ada keputusan dari pejabat yang berwenang. Sebaliknya
masyarakat yang melihat berita di media Massa langsung bereaksi negative.
Terjadi demonstrasi di kantor gubemur, padahal selama ini ia seperti tidak
tersentuh oleh aparat hukum.(hal. 57)
Dalam
mempelajari kepemimpinan sosial, dimensi sosial dan politik lebih dominan dari
pada dimensi administratif Teori yang digunakan untuk menganalisis gejala
kepemimpinan social berasal dari Sosiologi, yang menekankan pada kharisma, gezag,
serta sumber-sumber otoritasnya. (hal. 57)
Presiden,
Menteri, Kepala Daerah, Camat, Lurah termasuk pimpinan organisasi seharusnya
mempunyai kedua bentuk kepemimpinan, baik kepemimpinan organisasional maupun
kepemimpinan sosial karena pengikutnya memang berasal dari dua kelompok yang
berbeda. Penjelasan mengenai hal ini dapat disederhanakan melalui gambar yang
telah dikemukakan pada Bab I. (hal. 57)
Kedua
jenis kepemimpian pemerintahan, yakni kepemimpinan organisasional dan
kepemimpinan sosial, dapat dibandingkan melalui tabel sebagai berikut.
Tabel 3.1. Perbandingan Antara Kepemimpinan
Organisasional dengan Kepemimpinan Sosial.
No.
|
Unsur Pembanding
|
Kepemimpinan
Organisasional
|
Kepemimpinan Sosial
|
1.
|
Pemimpin
|
Terbuka terbatas
|
Terbuka
|
2.
|
Pengikut
|
Merupakan bawahan
(hubungan subordinasi)
|
Berposisi sebagai
pendukung dengan ikatan emosional yang longgar (supporter)
|
3.
|
Alat untuk menggerakan
pengikut
|
Instrument manajemen
seperti kewenangan, dana, logistic, dsb.
|
Kapabilitas dan kapasitas
peribadi pemimpin yang di dukung oleh instrument manajemen.
|
4.
|
Hubungan pemimpin dengan
pengikut
|
Ketat dan hierarkhis
|
Pada satu sisi ketat dan
hierarkhis, pada sisi lain bersifat longgar dan heterarkhis.
|
Sumber: Sadu Watistiono, 2013: 58
Tingkatan Kepemimpinan Pemerintahan
Dilihat
dari ruanglingkup tugas, wewenang, serta tanggung jawabnya, kepemimpinan
pemerintahan dapat dikelompokkan menjadi tiga kategori yakni :
1) Kepemimpinan tingkat pratama atau
kepemimpinan bersinergi (Sinergetic leadership);
2) Kepemimpinan tingkat madya atau kepemimpinan berkarakteristik
(Characteristic leadership);
3) Kepernimpinan utama atau kepemimpinan bervisi
(Visioner leadership). (hal.58)
Kepemimpinan
tingkat pratama atau kepemimpinan bersinergi terutama dijalankan pada
organisasi pemerintah tingkat bawah dan oleh mereka yang sedang belajar
memahami dan menjalankan kepemimpinan. Pemimpin pada tingkatan ini sedang membangun
sinergi antara atasan dengan bawahan, antara pemimpin dengan pengikut.
Kemampuan mensinergikan kesamaan dan perbedaan pandangan dan kepentingan orang
atau kelompok yang berada dalam pengaruhnya bukanlah pekerjaan mudah. Perlu ada
pelatihan dan kesempatan untuk mempraktekkan berbagai teori tentang
kepemimpinan yang diperoleh melalui pendidikan dan pelatihan maupun pada saat
diberi kesempatan menduduki sebuah jabatan. Apabila sudah mulai mahir
mensinergikan kekuatan orang atau kelompok yang dipengaruhinya pada tingkat
yang paling kecil (Kepala seksi, kepala unit, dan sejenisnya), yang
bersangkutan perlu dipindah (mutasi atau rotasi) pada jabatan lain atau lokasi
lain. Melalui cara semacam ini kemampuan untuk mensinergikan potensi pihak lain
menjadi lebih kuat. (hal. 59)
Kepemimpinan
bersinergi terutama dijalanan oleh pejabat pemerintah pada tingkatan kepala
desa, lurah, kepala-kepala unit yang melayani langsung masyarakat. Ini adalah
tahap awal proses pembangunan kepemimpinan bagi orang yang bekerja di sector pemerintahan,
dan disiapkan untuk memimpin unit atau entitas yang lebih besar. (hal. 59)
Kepemimpinan
berkarakter adalah kepemimpinan pemerintahan pada tingkat madya. Setelah mampu
menjalankan kepemimpinan bersinergi, seorang pemimpin harus mulai menunjukkan
karakter kepemimpinannya yang khas, sehingga dapat dengan mudah dibedakan
dengan model-model kepemimpinan lainnya. Kepemimpinan berkarater seharusnya
sudah dijalankan oleh para kepala unit pemerintahan lapangan seperti camat,
ataupun pimpinan SKPD setingkat eselon IIL Ciri utama kepemimpinan berkarakter
adalah kemampuannya membuat keputusan dengan ciri khas tertentu.(hal. 59)
Berdasarkan
karakteristik pemimpin pemerintahan, maka kepemimpinan pemerintahan yang
berkarakter akan ditentukan oleh tiga hal yakni :
1)
The
most effective leaders are always investing in strengths;
2)
The
most effective leaders surround themselves with the right people and then
maximize their team;
Dari
penjelasan Rath dan Conchie di atas dapat ditarik pemahaman bahwa untuk menjadi
pemimpin pemerintahan berkarakter selalu menjaga kekuatan fisik maupun
psikisnya. Se1ain itu, yang bersangkutan perlu didukung oleh orang-orang yang tepat,
yang dapat didayagunakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan
sebelumnya. Tidak kalah pentingnya, pemimpin yang berkarakter memahami dengan
sungguh-sungguh kebutuhan para pengikutnya. (hal. 60)
Kepemimpinan
bervisi adalah kepemimpinan pemerintahan pada tingkatan utama. Pemimpin yang menjalankan
kepemimpinan bervisi sudah seharusnya menjaladi kepemimpinan bersinergi dan kepemimpinan
berkarater, artinya yang bersangkutan sudah memiliki kemampuan mensinergikan
berbagai kekuatan, baik yang mendukung maupun yang menolak, serta memiliki
karakter yang menjadi ciri khasnya. (hal. 60)
Para
pimpinan pemerintahan yang dipilih sudah seharusnya menjalankan kepemimpinan bervisi,
karena sebelumnya yang bersangkutan sudah menawarkan program-program pada waktu
kampanye yang berisi visi dan misi yang akan
dijalankan apabila terpilih. (hal. 60)Referensi:
Sadu Wasistiono. 2013, Kepemimpinan Pemerintahan. Jatinangor: Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia Instirut Pemerintahan Dalam Negeri
[1] Rath, Tom and Barry Conchie; 2008. Strengths Based Leadership – Great
Leaders, Teams, and Why People Follow; Gallup Press, New York. USA. Halaman
2-3.
No comments:
Post a Comment