Monday, June 24, 2013

Sepenggal Kisah Tentang Syukur dan Syabar



Di masa Rasulullah SAW, ada seorang muslimah yang memiliki anak kecil. Meski tidak bisa membaca dan menulis, wanita itu mukminah sejati. Imannya memenuhi jantung hatinya. Keimanannya dibuktikan dalam kesabaran ketika menghadapi ujian.

Suatu hari anaknya sakit, sementara suaminya sedang berada jauh untuk bekerja. Anak kecil itu akhirnya meninggal dunia ketika suaminya bekerja. Istri itu duduk disamping anaknya dan menangis sejenak. Ia terjaga dari tangisannya. Ia menyadari sebentar lagi suaminya akan pulang.

Ia bergumam, " Kalau aku menangis terus menerus disamping jenazah anakku ini, kehidupan tidak akan dikembalikan kepadanya dan aku akan melukai perasaan suamiku.
Padahal, ia akan pulang dalam keadaan lelah." Kemudian ia meletakkan anaknya yang sudah meninggal itu di kamar.


Tibalah suaminya dari tempat kerjanya yang jauh. Ketika suaminya hendak masuk ke rumah, istri itu menyambutnya dengan senyum ramah. Ia sembunyikan kesedihannya. Ia sambut suaminya dengan mengajaknya makan.

 " Mana anak kita yang sakit? " tanya suaminya.
" Alhamdulillah ia sudah lebih baik, " jawab istrinya. (Wanita itu tidak berbohong karena anaknya memang sudah berada di surga yang keadaannya jauh lebih baik. )

Istri itu terus berusaha menghibur suaminya yang baru datang. Ia mengajak suaminya untuk tidur hingga terbangun menjelang waktu subuh. Sang suami bangun, mandi, dan shalat qobla Subuh.
Ketika ia akan berangkat ke masjid untuk shalat berjamaah, istrinya mendekat sambil berkata, "Suamiku, aku punya keperluan."
" Sebutkanlah, "kata suaminya.

Sang istri berkata " Kalau ada seseorang yang menitipkan amanah kepada kita, lalu pada saatnya orang itu mengambil amanah tersebut dari kita, bagaimana pendapatmu kalau amanah itu kita tahan dan kita tidak mau memberikan kepadanya?"
" Pastilah aku menjadi suami yang paling buruk akhlaknya dan khianat dalam beramal, "Jawab suaminya. "Itu merupakan perbuatan yang sangat tercela. Aku wajib mengembalikan amanah itu kepada pemiliknya!"

Lalu istrinya berkata, "Sudah tiga tahun Allah menitipkan amanah kepada kita. Kemarin, dengan kehendakNya, Allah mengambil amanah itu dari kita. Anak kita kini sudah meninggal dunia. Ia ada di kamar sebelah. Sekarang berangkatlah engkau dan lakukanlah shalat. "

Suaminya pergi ke kamar untuk menengok anaknya yang telah meninggal. Ia lalu pergi ke masjid untuk shalat Subuh berjamaah di masjid Nabi. Pada waktu itu Nabi menjemputnya seraya berkata, " Diberkatilah malammu tadi itu. " Malam itu adalah malam ketika suami-istri itu bersabar dalam menghadapi musibah.

*disadur dari Buku "Woman of Heaven" oleh Evi Ni' matuzzakiyah.



Subuhanallah, senantiasa bersyukur dalam menerima musibah bahwa apa yang menimpa atas kita tidaklah terlalu buruk . Sabar dalam menghadapi setiap ujian dan lika liku kehidupan.

Lalu bagaimana dengan diri kita kawan??? adakah ia memiliki hati yang pandai bersyukur seperti yang dimilki sepasang suami istri diatas? Bersyukur dan bersyukur.

Syukur, salah satu kunci kebahagiaan yang sering kali kita lupakan. Kita, termasuk yang punya tulisan ini, sering kali tak dapat menemukan hal-hal yang patut disyukuri karena kita sering merasa bahwa sesuatu itu sudah semestinya terjadi dan sudah seharusnya menjadi jatah kita. Padahal segala sesuatu tidak terjadi begitu saja. Semuanya, karena rahmat Allah. Rahmat Allah yang selalu ada disekitar kita, betapapun kecilnya.

Sahabat, terkadang kita merasa tidak mendapatkan hal istimewa pada suatu hari, Tapi bukankah hari ini, detik ini kita masih diberi kesempatan untuk merasakan embun pagi yang menyejukkan? bukankah kita masih bisa merasakan makanan-makanan yang lezat? bukankah jantung kita masih terus berdetak, nafaspun tak pernah berhenti? dan bukankah hari ini kita masih bisa bertemu, bercanda dengan orang-orang yang kita cintai? bukankah kita masih bisa berbicara, berjalan, melihat, mendengar dan melakukan aktivitas lainnya?. Tanpa kita sadari hal-hal diatas sering kali kita anggap remeh, biasa dan terjadi begitu saja.

Hendaklah kita termasuk orang yang bersyukur, karena kita dulu hanyalah setetes air mani yang hina, menjadi segumpal darah, kemudian menjadi segumpal daging, tulang, kemudian dibalut dengan kulit, hingga jadilah kita manusia, makhluk yang amat sempurna penciptaannya. Ahsanu taqwim. Betapa kita harus bersyukur bukan?....

Saatnya kini kita bangun, membuka mata, meluruskan hati, memfasihkan lisan kita untuk bersyukur, bersyukur dan bersyukur. Semoga kita termasuk hambaNya yang pandai bersyukur. Aamiin.

Semangat untuk senantiasa memperbaiki diri, menjadi pribadi yang dicintai oleh Allah dan RasulNya.........

Subhanallah......
           

Thursday, June 20, 2013

Not Me....



 
Setiap orang selalu mendengung-dengungkan kata itu, i'm not a perfect person. Tapi yang ada hanya mengungkapkan saja tanpa pernah untuk mendalami dirinya sendiri, itu yang kutahu. Dari sekian banyak orang yang kutemui di dunia nyataku, selalu saja mengatakan hal yang sama. Gak ada manusia yang sempurna, ya aku tahu itu. Tapi bukankah setiap orang itu punya pendapat yang berbeda-beda? Bukan cuma mengatakan i'm not a perfect person tapi mengertilah tentang dirimu sendiri, meski kamu menyadari bahwa kamu memang tak sempurna tapi setidaknya kamu mengetahui seperti apa dirimu.
Aku juga tak sempurna, sama sepertimu. Bahkan aku ini kumpulan dari pemikiran-pemikiran negatif dan pemikiran jahat lainnya tentang dunia ini. Bangga?? Gak. Aku hanya gak ingin seperti kalian yang hanya mengatakan gak ada manusia yang sempurna lalu kemudian menangis tersedu-sedu menghadapi segala ketidakadilan hidup. Jujur, seringkali aku menemukan kesamaan antara aku dan kalian. Tapi aku selalu menepis semua pemikiranku itu dengan mengatakan pada diriku sendiri bahwa aku orang yang lebih baik darimu. Aku masih bisa membuat jiwaku tersenyum dengan caraku sendiri, aku bisa membuat hidupku berwarna dengan caraku sendiri, bahkan aku bisa membuat semua orang membenciku dengan caraku sendiri. Dan aku merasa puas akan semua itu.
Aku juga tumbuh seiring dengan ketidakadilan yang berlaku di dunia ini. Aku juga merasakan seperti apa yang kalian rasakan, tapi aku tak serapuh kalian yang hanya memendam semua perasaan itu lalu hilang tak berbekas. Aku hidup dengan segala kenegatifan dalam diri ini. Aku membenci kalian, membenci semua pemikiran kalian yang sudah terkontaminasi dengan makhluk lainnya. Terlebih aku membenci rasa iriku ini terhadap kalian yang dengan mudahnya menaklukkan dunia. Ach, selalu saja seperti ini, aku selalu iri terhadap kalian yang dengan mudahnya mengatakan kata maaf seakan kata-kata itu menjadi konsumsi kalian setiap hari. Salahkah aku yang kini tak lagi percaya dengan semua kata maaf dari kalian, aku bukan orang yang sombong bahkan untuk memberi maaf saja sesulit aku untuk mengucapkan kata maaf itu sendiri. Aku hanya tak percaya bahwa kalian tak akan mengulangi semua kesalahanmu lagi setelah kata maaf itu terucap. Seperti yang kalian bilang, Tak ada manusia yang sempurna, seperti itu pun aku.
Aku makhluk yang tak sempurna jiwanya, mungkin pelajaran yang kudapat dari kehidupan ini masih kurang sehingga aku masih belum bisa menata jiwa dan hatiku. Aku masih belum bisa menaklukkan diriku sendiri, sehingga rasa amarah, dendam, benci, iri, dan segala teman-temannya ini masih bergelayut dalam hatiku. Tapi setidaknya aku bukan manusia yang kosong seperti kalian yang cuma bisa mengatakan I'm not a perfect person lalu kemudian masih bingung untuk mencari jati diri. Ini bukan jati diriku, aku hanya mengakui kepada kalian seperti inilah aku dengan segala penyakit jiwaku.
Sekali lagi kukatakan, aku memang bukan termasuk orang yang sempurna tapi aku juga tak termasuk dengan kalian. Aku hanyalah aku dengan segala kesombongan penyakit jiwa yang aku punyai

Sampai Kapan......!!!!


Ada kalanya masing-masing dari kita membutuhkan ruang lebih untuk diri sendiri tanpa ada yang mengganggu.

Sudah berapa hari sejak kamu mengatakan 'pergi' untuk sementara waktu, lima hari? enam hari? Ach.... aku hanya bisa menghitung hari di kalender itu sambil merutuki diri sendiri. Hanya karena keegoisanku kah kau memilih 'pergi' atau karena kau ingin membuatku jera agar aku tak lagi terus-terusan mengegoiskan diri.
Aku masih suka berandai-andai, andai saja kau bisa membaca semua tulisan perasaanku. Andai.... dan cuma seandainya kamu lebih mendengar apa yang kukatakan. Tapi, inilah kenyataannya... kau memilih 'pergi' entah sampai kapan. Aku hanya bisa diam dan frustasi dengan semua kelakuanmu. Menggantung kah sekarang semua ini? Kau hanya diam dan entah apa maksudmu.
Kalau memang kau melakukan semua ini hanya agar aku jera, ya.... aku sudah jera dan tak akan lagi seperti itu. Aku sudah jera dan ingin melihat senyummu lagi. Ternyata tanpamu  meski cuma beberapa hari saja membuatku sangat-sangat-sangat frustasi.
Arrrggghhh......... kamu bukan satu-satunya wanita yang hidup di dunia ini tapi kamu telah mampu menyita seluruh hidupku.

I Hate My Self



Pencarian jati diriku tidak hanya sampai disini, karena ketiku aku membenci diriku. 
Lagi-lagi aku mulai mencari jati diri itu.

Selama ini aku tidak pernah merasa membenci diriku sendiri, karena aku tahu diriku sudah terlalu capek merasakan kebencian dari orang-orang yang selama ini tidak menyukaiku. Aku tidak mau menyiksa diriku dengan membencinya sekali lagi. Tapi tidak untuk saat ini.
Kini aku mendapat satu jawaban penting bahwa pencarian jati diri itu penting. Terlalu penting untukku, terutama. Karena ketika aku mulai membenci diriku, aku memulai lagi dari awal untuk mencari jati diri lagi. Aku bukan anak ABG yang mencari jati diri lalu galau-galauan karena tidak berhasil menemukan jati dirinya. Tidak, .....sudah kubilang berkali-kali bukan bahwa aku bukan anak ABG lagi.
Saat ini, aku membenci diriku sendiri. Aku mulai tak mempercayai diriku lagi, aku mulai meragukan pemikiranku lagi. Entah mengapa, yang jelas ketika ada orang lain yang mengingkari janjinya padaku dan aku membencinya, ketika itu pula aku melakukan hal yang sama kepada diriku sendiri. Aku membenci diriku sendiri yang telah mengingkari janji kepada diriku sendiri. Aneh kah aku? Tidak, justru aku sangat normal karena aku bersikap adil terhadap diriku, aku tidak berat sebelah.
Terkadang, orang yang terlihat normal sungguh sangat aneh. Justru orang yang dianggap aneh, bahkan lebih normal dari pada orang-orang normal lainnya.
Wassalam.

Takdirkah..................???


Kita mungkin saja bisa merubah takdir, namun kita tidak bisa mengetahui apa yang ditakdirkan untuk kita dalam kehidupan ini

Takdir itu apa sih? Terkadang membingungkan,..... kata mereka takdir bisa dirubah namun nasib tak bisa dirubah. Tapi, kalau keadaannya seperti yang kualami apakah ini yang disebut dengan suratan takdir atau ini hanyalah pilihan tidak tepat waktu yang terdampar pada takdirku. Entahlah,...... aku masih meraba-raba apakah ini yang disebut dengan takdir.
Mungkin bisa saja aku mengatakan inilah waktunya, tapi bukan dengan pilihan ini. Ach,...... aku bukan orang yang bisa bertahan dengan cibiran sinis dari teman akrabku. Mungkin aku memang orang teraneh tapi sesungguhnya aku bukan orang tercuek,,,, perasaanku sungguh teramat tajam dan aku merasakannya. Aku merasakan tatapan tajam dibelakang punggungku.
Jika memang inilah waktunya, mengapa perasaanku tak sejalan dengan pilihanku. Aku butuh tempat untuk membicarakan semua ini, yang bisa mengajari perasaanku untuk menutup diri dari firasat-firasat yang  tercipta tak kasat mata. Aku butuh semangat agar aku bisa memantapkan diri dengan pilihan tak tepat waktu ini.
Inikah takdirku? Atau ini hanya secuil takdir untukku belajar bahwa kerikil itu sangat tajam bila diinjak.