Sunday, May 14, 2017

ISLAM WILL BE LARGEST RELIGION IN THE WORLD BY 2050




Perkiraan Jumlah pemeluk agama Islam akan mendekati jumlah orang Kristen di seluruh dunia pada 2050.

Kristen menjadi agama terbesar di dunia dengan perkiraan jumlah pemeluk mencapai 2,2 miliar jiwa. Angka ini hampir setara dengan gabungan jumlah penduduk Tiongkok dan India (masing-masing berpenduduk kira-kira 1,3 miliar jiwa). Artinya, menurut hasil penelitian dari PEW Research Center, setiap tiga dari sepuluh orang di dunia adalah Kristen.

Angka ini diprediksi akan mengalami peningkatan sampai 35 tahun ke depan. Paling tidak, menurut PEW Research Center, diperkirakan akan ada 750 juta jiwa pemeluk agama Kristen baru selama periode 2010 sampai 2050.

Sekilas ini peningkatan populasi yang luar biasa besar. Namun jika melihat bahwa pertambahan jumlah penduduk dunia juga diperkirakan akan naik tajam mencapai 35% hanya dalam kurun waktu setengah abad, maka peningkatan jumlah umat kristiani hampir tidak mengalami perubahan signifikan.

Dengan total pemeluk yang nanti diperkirakan akan menjadi 2,9 miliar jiwa, populasi umat Kristen masih 31,4% dari jumlah penduduk dunia pada 2050. Sama persis dengan situasi saat ini.

Yang justru mengejutkan adalah naiknya jumlah pemeluk agama Islam dalam kurun waktu yang sama. Saat ini, Islam masih ada di peringkat kedua dengan jumlah pemeluk sebanyak 1,59 miliar jiwa. Atau sekitar 23% dari total populasi dunia. Jumlah muslim diperkirakan akan naik hampir dua kali lipat. Dengan perkiraan mencapai 2,7 miliar muslim pada 2050, ini akan menjadikan 29% penduduk dunia nantinya adalah orang Islam.

Peningkatan yang signifikan ini terutama disumbang populasi muslim di Eropa yang akan merangkak naik sampai 10%. Bahkan India, negara terpadat di dunia yang mayoritasnya beragama Hindu, akan jadi negara dengan penduduk umat Islam terbanyak di dunia mengalahkan Indonesia. Namun Islam tidak akan menjadi mayoritas di India karena pemeluk Hindu juga akan bertambah.

Apakah ini ada kaitannya dengan upaya penyebaran agama Islam di seluruh pelosok dunia seperti yang dilakukan Zakir Naik belakangan ini?

Di beberapa negara, sejak 2010, pemandangan seseorang meninggalkan keyakinan masa kecilnya telah menjadi tren. Pew Research Center memproyeksikan gejala ini setelah melakukan penelitian di 70 negara. Hasilnya memang mengejutkan, bahwa Islam akan ketambahan pemeluk baru sebanyak 12 juta jiwa dan pada periode yang sama akan kehilangan 9 juta orang. Artinya akan ada penambahan 3 juta jiwa orang Islam.

Di saat yang sama, meskipun Kristen akan ketambahan pemeluk baru sebanyak 40 juta, namun diprediksi akan kehilangan penganutnya sebanyak 106 juta jiwa. Pada akhirnya, Kristen akan kehilangan populasi sebanyak 66 juta jiwa. Jumlah kehilangan terbanyak dibandingkan agama-agama lain.

Apakah kebanyakan dari umat Kristen akan pindah menjadi seorang muslim? Tidak juga. Dengan masifnya kelompok yang tidak berafiliasi dengan agama apapun, atheis maupun agnostik justru menjadi yang paling meningkat pesat dengan perkiraan jumlah populasi naik sampai 61 juta jiwa. Pada titik ini, meskipun akan ada 35 juta jiwa atheis/agnostik yang akhirnya memilih agama tertentu, jumlah ini masih kecil dibandingkan 97 juta jiwa yang akhirnya memilih untuk tidak beragama.

Sebab berikutnya kenapa populasi Islam akan meningkat pesat adalah angka kelahiran. Secara global, jumlah umat Islam naik tajam karena ada kenaikan tingkat kesuburan pada perempuan-perempuan muslim. Dalam rentang 40 tahun ke depan, satu perempuan muslim rata-rata mampu mempunyai 3,1 anak. Ini jumlah yang jauh lebih banyak dibandingkan perempuan Kristen yang rata-rata hanya mampu 2,7 anak, perempuan Hindu 2,5 anak, atau perempuan Yahudi dengan 2,3 anak.

Angka tersebut menunjukkan bahwa kehamilan di usia muda pada masing-masing kelompok agama meningkatkan peluang jumlah anak yang bisa dilahirkan. Hal yang menarik adalah, sejak 2010, dari total penduduk dunia, lebih dari seperempatnya berada pada usia di bawah 15 tahun. Dari usia tersebut, anak-anak beragama Islam menjadi yang terbanyak mencapai 34% dari total pemeluknya, atau sekitar 540 juta anak-anak beragama Islam. Hindu berada di posisi kedua dengan 30% dari total pemeluknya, dan Kristen 27%.

Populasi anak di bawah usia 15 tahun inilah yang menjadi sebab berikutnya dari naiknya populasi pemeluk agama Islam di masa depan. Terutama di beberapa negara yang melegalkan pernikahan di bawah usia 17 tahun. Apalagi sebaliknya, umat Islam yang berusia 60 tahun ke atas adalah yang paling sedikit daripada pemeluk agama lain.

Pertanyaan yang mengemuka berikutnya adalah, apakah Islam akan menjadi agama mayoritas di dunia menggantikan Kristen setelah 2050?
Beberapa peneliti seperti Todd M. Johnson, co-editor Atlas of Global Christianity, dan Houssain Kettani, Peneliti Perkembangan Populasi Agama Islam, percaya bahwa jumlah umat Kristen akan tetap berkembang sehingga selalu melampaui jumlah umat Islam. Meskipun begitu beberapa peneliti seperti Richard W. Bulliet, sejarawan dari Universitas Columbia, dan David Coleman, ahli demografi Universitas Oxford, memiliki pendapat berbeda. Diperkirakan Islam bisa menjadi agama mayoritas. Argumentasinya didasarkan pada tren yang pernah terjadi di masa silam.

Pernah ada masa di mana jumlah umat Kristen jauh tertinggal dari umat Islam. Hal itu terjadi pada periode 1000-1600 masehi. Pada zaman itu, Eropa justru terus menerus dihajar wabah pes. Pada yang sama, Islam pasca kehancuran Dinasti Abbasiyah justru melahirkan banyak kerajaan besar tersebar dari Timur Tengah ke Asia. Dinasti Usmaniyah di Turki, Safawiyah di Persia, dan Mughal di India. Ekspansi dan pertumbuhan agama Islam yang masif pada periode tersebut jadi sebab populasi muslim di dunia mengalahkan populasi Kristen.

Hal ini mulai terlihat saat negara-negara mayoritas beragama Islam seperti Suriah, Irak, sampai keberadaan ISIS membuat perang terus berkepanjangan. Masa perang memang akan mengurangi jumlah penduduk, namun di masa setelahnya pertumbuhan populasi akan meningkat pesat.

Data dari Population Refrence Buraeu menunjukkan bahwa peningkatan jumlah penduduk secara luar biasa sejak periode pasca-Perang Dunia II. Setelah jutaan tahun mengalami peningkatan yang lambat, pada periode antara 1960 sampai 1975, ada tambahan satu miliar jiwa. Pada akhirnya sepanjang akhir abad ke-20, peningkatan ini terus bertambah begitu besar dengan skala pertumbuhan yang terus berlipat ganda. 

Berbeda dibandingkan wabah pes di Eropa yang setelahnya tak memacu pertumbuhan populasi Eropa semasif setelah Perang Dunia II. Dan karena wilayah peperangan periode saat ini termasuk berada di teritori negara berpenduduk mayoritas Islam, maka ledakan peningkatan jumlah penduduk bisa jadi juga akan muncul dari sana.

"KINGDOM OF HEAVEN" PEMBEBASAN YERUSALEM





SISI LAIN SHALAHUDDIN AL-AYYUB YANG DIANGGAP KEJAM OLEH ROMAWI DAN DITAKUTI KERAJAAN KRISTEN EROPA

Saat itu Desember 1168. Lebih dari dua puluh tahun sebelum pecah Perang Salib Kedua yang akan jadi peristiwa penting Kerajaan Islam merebut Kota Yerusalem. Sosok yang diperintah adalah keponakan dari pendekar bermata satu bertubuh tambun. Panglima tua bernama Shirkuh.

Pemuda yang sedang diperintah ini sangat berbeda dengan pamannya. Kurus, ringkih, dan usianya masih 31 tahun. Tampan, berkulit cerah, dan punya garis wajah melankolis. Namanya Yusuf bin Najmuddin. Dari Suku Kurdi. Pada hari itu ia ditugaskan Sultan Nuruddin untuk mengantar Shirkuh membawa pasukan Kerajaan Islam dari Damaskus untuk menuju Mesir guna membebaskan Mesir dari serangan orang-orang Kristen. Saat itu Yusuf begitu takut.

“Seperti seorang pria yang diantar menuju kematiannya,” kesan Yusuf seperti yang dikisahkan Karen Amstrong dalam Holy War: The Crusades and Their Impact an Today’s World (2001: 372-410).

Setelah memasuki Mesir beberapa bulan kemudian, sang paman mendadak meninggal dunia. Mesir sudah berhasil dikuasai kembali. Masalah kemudian muncul, siapa yang harus menggantikan sang paman?

Banyak amir (pemimpin) yang lebih layak daripada Yusuf, tapi beberapa petinggi ingin seseorang yang loyal dengan kepribadian yang lebih bersahabat. Yusuf adalah yang termuda dan tampak tidak berpengalaman serta paling lemah di antara para amir dalam pasukan Shirkuh, ia pun dipilih untuk memimpin Mesir.

Namun siapa sangka, sosok yang dikira lemah dan terlalu lembek ini malah menjelma jadi sosok yang kuat dan efektif dalam kampanye jihadnya merebut Yerusalem. “Ketika Tuhan memberiku negeri Mesir, aku yakin bahwa Dia juga bermaksud memberiku tanah Palestina,” kata Yusuf dalam pelantikannya sebagai Wazir (semacam gubernur) di Mesir.

Dan pada akhirnya orang-orang akan lebih mengenal dengan nama julukannya: Shalahuddin, yang berarti “keadilan agama”. Atau pasukan salib mengenalnya dengan panggilan “Saladin”. Panglima perang paling dihormati—sekaligus ditakuti pasukan salib.

Shalahuddin tidak mendapatkan takhtanya begitu saja. Ia lebih dulu harus bersitegang dengan Sultan Nuruddin yang memberinya perintah beserta pamannya saat ia masih muda dan begitu polos beberapa tahun sebelumnya. Beruntung, takdir seperti menunjuk Shalahuddin memimpin pasukan muslim dalam kampanye jihadnya. Di tengah Sultan Nuruddin bersiap memerangi “pemberontakan” Shalahuddin di Mesir, pada 15 Mei 1174 Sang Sultan meninggal dunia. Membuat kursi “khalifah” kosong begitu saja.

Reputasi Shalahuddin sebagai sosok yang sangat religius memudahkan para fanatik balik menaruh dukungan kepadanya. Provinsi-provinsi Islam yang tersebar dan tercerai berai bersatu di bawahnya.

Pada akhirnya pasca 1181, untuk pertama kalinya—dan satu-satunya—dalam sejarah Islam, berdiri kerajaan-muslim yang begitu besar dan bersatu dalam satu panji. Dan di saat bersamaan, nama Yusuf tenggelam ditelan kebesaran nama julukannya sendiri: Shalahuddin Al-Ayyubi.


Kekejaman Shalahuddin Menurut Romawi

Dalam salah satu pertempuran paling dahsyat dalam Perang Salib jilid kedua, ada kisah yang terus menjadi gambaran pasukan salib betapa mengerikannya pasukan Shalahuddin di tanah Palestina. Pertempuran yang terjadi di Bukit Hattin, orang-orang Eropa menyebutnya “Battle of Hattin”.

Pertempuran yang juga dikisahkan sedikitnya oleh Ridley Scott dalam film Kingdom of Heaven (2005). Pertempuran yang bahkan jauh lebih dahsyat dari upaya perebutan Kota Yerusalem sendiri beberapa bulan kemudian.

Pasukan Salib saat itu dipimpin oleh Guy de Lusignan. Seorang fanatik yang menjadi Raja Yerusalem setelah kematian anak Sibylla, Raja Baldwin V yang menggantikan pamannya, Raja “Lepra” Baldwin IV yang dikenal sangat bijaksana. Guy sangat berambisi menghabisi “pasukan kafir” dan yakin bahwa serbuannya ke Tiberias (tempat mukim pasukan Shalahuddin) adalah takdir Tuhan.

Pertempuran Hattin juga sempat mengubah persepsi mengenai Shalahuddin yang dikenal welas asih pada musuhnya. Imaduddin al-Ishfakhani, sekretaris Shalahuddin membeberkan kesaksiannya, “Pada hari itu aku menyaksikan bagaimana Shalahuddin membunuh kaum tak beriman untuk memberi napas bagi Islam dan menghancurkan politeisme untuk membangun monoteisme.”

Di pertempuran ini, pasukan Shalahuddin mengeksekusi banyak pasukan salib. Menumpuk kepala-kepala mereka menjadi gundukan di lembah-lembah Bukit Hattin. Membuat burung nazar berdatangan menutupi langit seolah cuaca sedang mendung gelap gulita.

Adalah Reynauld of Chattilon, tangan kanan Guy Sang Raja Yerusalem, yang membuat Shalahuddin berubah jadi sosok kejam. Empat tahun sebelumnya, Reynauld membunuh adik perempuan Shalahuddin saat gencatan senjata masih terjalin antara pasukan salib dengan pasukan muslim. Memperkosa dan membantai seluruh kafilah muslim yang melewati tanah Palestina. Mengeksekusi dan menjarah wilayah-wilayah muslim.

Ketika seorang muslim mengingatkan akan gencatan senjata yang masih berlaku, Reynauld malah menghardik, “Biar Muhammad-kalian datang dan menolong kalian!”

Seolah belum cukup memprovokasi Shalahuddin, Reynauld juga memiliki rencana akan menyerang kota suci umat muslim: Mekkah. Rencana yang kelewatan ini justru memberi kekuatan berlipat di pihak pasukan muslim. Semua kabilah-kabilah kemudian bersatu di bawah panji Shalahuddin dan menghilangkan perselisihan masing-masing. Shalahuddin pun bersumpah, “Aku akan membunuhnya dengan tanganku sendiri.” Maka terjadilah pertempuran terbesar dalam sejarah Perang Salib Jilid Kedua yang begitu kejam dan menentukan.


Kekalahan Raja Yerusalem

Sekalipun kampanye jihad merupakan cara yang membuat seluruh pasukan muslim bersatu, di pihak lawan kampanye yang sama malah dijalankan dengan cara yang jauh lebih banal. Mematikan akal sehat dan seolah-olah mempercayai bahwa Tuhan akan membantu Pasukan Salib dengan mukjizat.

Salah satu tanda-tanda itu datang ketika Guy menyetujui usulan Reynauld untuk mendatangi langsung pasukan Shalahuddin di Tiberias. Para kaum fanatik buta ini mengabaikan penalaran militer. Memburu pasukan Shaluhddin di tempat terbuka dan bukannya menunggu di balik tembok kastil Kota Yerusalem.

Bersama 20 ribu pasukannya, Guy dan Raunauld menyeberangi lembah-lembah Galilea dalam musim panas yang terik. Terbebani dengan baju zirah mereka yang berat. Shalahuddin—walaupun seseorang yang sangat religius—adalah panglima militer dengan kecerdasan strategi luar biasa. Ia tahu bahwa akses air adalah penentu jalannya pertempuran kali ini.

Shalahuddin membendung persediaan air dan mengeringkan banyak mata air. Memerintahkan pasukan pemanah grup kecil untuk mengincar tentara musuh yang terpisah dari rombongan.  Para pasukan salib setengah gila karena kehausan. Pada akhirnya mereka sampai ke Laut Galilea dalam keadaan kelelahan dan baru menyadari bahwa satu-satunya sumber air adalah tempat di mana perkemahan pasukan Shalahuddin berada.

Sekalipun tanpa taktik semacam ini, Shalahuddin sebenarnya tetap bisa memenangi pertempuran--pasukan muslim 10 ribu lebih banyak, tapi Shalahuddin tahu, di belakang Guy dan Reynauld, ada Kota Yerusalem yang mesti direbut. Dalam rencana Shalahuddin, akan sia-sia jika kemenangan di Bukit Hattin tidak berlanjut ke kemenangan berikutnya.

Dalam kondisi lelah dan dehidrasi yang luar biasa, pasukan salib beristirahat di Bukit Hattin. Sorak-sorai pasukan Shalahuddin sudah terdengar dari kejauhan. Menunjukkan betapa siap pasukan Shalahuddin menyambut kemenangan yang bertepatan pada tanggal 26/27 Ramadhan. Hari suci umat muslim yang pada akhirnya diperingati oleh Shalahuddin sebagai malam “nuzulul Quran”--hari pertama kalinya ayat Alquran turun ke dunia.

Pada akhirnya saat fajar 4 Juli 1187, berangkatlah pasukan Shalahuddin menyerbu Bukit Hattin tempat pasukan salib berkemah. Mengalahkan begitu telak dan hanya menyisakan sedikit dari mereka. Beberapa baron dan ksatria memang ada yang lolos dari kepungan pasukan Shalahuddin. Beberapa di antaranya adalah Balian de Ibelin, sosok yang akan memimpin milisi dan tentara rakyat Yerusalem mempertahankan kota dari pasukan Shalahuddin beberapa bulan kemudian.

Setelah pertempuran usai, Shalahuddin membawa dua tawanan yang paling berharga ke dalam tendanya. Raja Guy dan Reynauld. Dua pria yang sangat kelelahan sekaligus kehausan. Shalahuddin memberi Guy  sebuah air es yang menyegarkan. Guy meminumnya, kemudian memberikan kepada Reynauld.

Sudah dalam tradisi Arab bahwa seorang tuan rumah tidak boleh membunuh lelaki yang ia beri makan dan minum. Ketika Reynauld minum dengan begitu entengnya tanpa perintah tuan rumah, Shalahuddin bertanya, “Siapa yang mengizinkanmu minum?”

Reynauld cuma bergeming. Shalahuddin pun melanjutkan kalimatnya, “Karena itu aku tidak diharuskan menunjukkan belas kasihan kepadamu.” Seketika kalimat itu usai, Shalahuddin langsung mencabut pedang dari sabuknya dan memenggal kepala Reynauld di hadapan Guy yang ketakutan dan yakin bahwa gilirannya akan tiba.

Melihat Guy yang ketakutan Shalahuddin kemudian berkata, “Raja tidak membunuh Raja. Mengapa kamu tidak mendekati seorang raja agung untuk belajar dari keteladanannya?”

Raja agung yang dimaksud adalah Raja Baldwin IV, raja yang menderita penyakit lepra sampai akhirnya meninggal dunia. Saladin kemudian menjelaskan dengan baik-baik bahwa Reynauld dipenggal karena kejahatan-kejahatannya yang begitu besar. Raja Guy lalu dibawa ke Damaskus dan tak lama kemudian dibebaskan.